Categories
Artikel

KELOMPOK REMAJA LIBARA

Tahun 1979.
Lagi semarak berdirinya berbagai organisasi remaja berbasis lingkungan/kelurahan, kampung, lorong, dan berbasis bakat, minat, seni.
Berbarengan bermunculannya kelom- pok remaja masjid hampir semua masjid di berbagai sudut kota Makassar. Kelompok remaja yang pertama, kemudian dikenal sebagai kelompok remaja umum.
Adapun kelompok remaja berba- sis masjid, sesuai namanya disebut kelompok remaja masjid. Ada juga yang mengakronimkannya dengan sebutan Remes.
Fenomena menjamurnya kelompok remaja sejalan berkembangnya kelompok studi di kampus. Gencarnya pemberlakukan Normalisasi Kehidupan Kampus dan Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) di dalam kampus, mendorong pentolan-pentolan lembaga kemahasiswaan meninggalkan kampus, mendirikan kelompok remaja di luar kampus.
Dalam musayawarah Badan Kerja Sama Antar-Kelompok Remaja (BKSAKR) di Gedung Veteran RI, Makassar, tercatat lebih dari 300-an kelompok remaja umum, ditambah 300-an kelompok remaja masjid, dan beberapa kelompok studi mahasiswa.
Aku dan beberapa teman mendirikan kelompok remaja di lingkungannya, bernama Kelompok Remaja Lingkungan Baraya (Libara). Diambil dari akronim Lingkungan Baraya.
Komposisi pengurus kelompok remaja Libara, cukup kuat strukturnya. Hal ini didukung berdomisilinya beberapa tokoh mahasiswa, fungsionaris kampus Unhas di sekitar kampus Baraya, lokasi beberapa asrama mahasiswa, seperti dua asrama Sidrap—Rijang Panua dan Dua Pitue—dan asrama mahasiswa Mandar.
Aku terpilih sebagai ketua Libara, wakilnya antara lain Ridwan Effendy dan Anwar Toha (alm). Sekumnya Ambotang Asmary.
Ada dua kelompok remaja di lingkungan/Kelurahan Baraya.
Kelompok remaja Libara sebagai kelompok remaja umum, dan kelompok remaja masjid berbasis Masjid Rahmatullah di Jalan Kandea, depan Fakultas Ekonomi Unhas. Ketuanya, Muhdar Tamin Chaeran.
Meskipun kelompok remaja Libara melakukan aktivitas remaja pada umumnya, tetapi terkadang juga fokus pada sentuhan rohani. Kondisi sosiodemografi, status ekonomi penduduk Baraya, mayoritas menekuni sektor informal—pedagang kecil dan sebagian lagi pegawai kecil.
Kebanyakan anak muda dan remajanya hanya berpendidikan SD dan SMP terutama di Kandea III. Oleh sebab itu, wilayah ini termasuk wilayah dengan tingkat kerawanan sosial yang tinggi.
Lingkungan Baraya terkenal pula sebagai daerah transit ber- bagai komoditas khas seperti tuak. Tak heran, jika kampung ini dikelilingi lontang ballo, kedai tuak.
Di lorongku saja, terdapat dua kedai tuak.
Suasana malam di lorongku, terkadang terlihat ramai berlalu lalang pelanggan kedai tuak.
Begitu pula suasana malam di lorong lain di Jalan Kandea III, bagian belakang lingkungan Baraya.
Pengurus remaja Libara, kemudian mengadakan pencerahan kalbu, ceramah agama. Penceramahnya adalah para dosenku sendiri, seperti Prof. Halide dan Jacob Maricar.
Selain itu, menampilkan pula ustaz beken di Makassar. Pengurus Libara meminjam podium kuliah Fakultas Ekonomi Unhas, meletak- kan di tengah arus lorong, memblok lorong, menghiasi seadanya sekitar panggung. Entah kenapa, setiap ceramah agama di setiap lorong selalu ramai, tidak hanya remaja pendengarnya, malah ke- banyakan orangtua, ibu-ibu lorong.
Ceramah-ceramah itu bagai obat flu, menyadarkan sementara diri mereka.
Di sudut panggung terlihat seorang tukang becak yang berjongkok, terisak kecil tak berkesudahan sejak awal ceramah. Kelihatannya, tukang becak tersebut masih dalam pengaruh tuak, mabuk, mungkin menyesali dirinya, mengutuk kemiskinannya.
Di deretan kursi plastik sewaan yang berjejer di lorong, terlihat para tamu terbanyak ibu- ibu lorong menikmati sentuhan rohani dengan santai dan hikmah.
Jauh dari materi ceramah agama berisi ancaman api neraka, seperti biasa didengarnya di masjid.
***
Ketika aku menginjak tahun kedua (1978-1979) masa kema- hasiswaanku, di rumah kudirikan radio amatir (Radam) Libara menggunakan frekuensi rendah.
Konon Radam itu dapat disimak dari kekuatan lampu yang digunakannya.
Kala itu, radio swasta (Radam resmi) memakai lampu 807, agar lebih kuat jangkauan frekuensinya biasanya memakai lebih dari satu lampu 807.
Radam liar yang sudah beken, cukup memakai satu lampu 807. Radam Libara dirakit teman SMP-ku namanya Amir memakai lampu lebih rendah dari 807, kalau tidak salah lampu 6L6.24
Kehadiran Radam Libara menambah pesona kelompok remaja Libara. Fans Radam Libara cukup melebar terutama remaja putri sampai ke Bontoala, Andalas, Wajo Baru, Malbar seluas jangkauan frekuensinya. Sebenarnya, sejak 1974 saya sering mengunjungi keluarga sebayaku di selatan Kota Makassar, Haeruddin di Jalan Nuri dan Oscar di Jalan Mawar. Keduanya anggota Jaguar Stone.
Mereka memiliki group radio amatir yang cukup beken bernama Jaguar Stone Company, menggunakan gelombang frekuensi 107,53 Mbz, Jalan Hati Gembira No. 2 Ujung Pandang (kini: Makassar).
Jaguar Stone Company, Dari kiri ke kanan: sedang siaran Boy dan Oscar (duduk),Tommy dan aku (berdiri), 1974.
Antena Radam Libara menjulur dari rumah ke rumah me- lintasi atap rumah beberapa tetangga, sepanjang hampir 100 meter terbuat dari kawat kuningan.
Tiang penyanggah berfungsi sebagai menara siar Radam Libara berupa batang bambu agak lurus dan cukup tinggi ditancapkan di tanah, lalu disandarkan antara tembok tetangga dengan tembok pabrik rotan berjarak beberapa rumah ke arah belakang sudut lorong.
Kala itu, televisi sudah ada tapi masih berwarna hitam-putih, tetangga-tetangga lorong masih banyak menggunakan radio transistor atau tape recorder.
Namanya juga Radam liar dengan perangkat seadanya, tak ayal menembus gelombang siaran radio dan mengganggu frekuensi televisi tetangga.
Tentu saja, gerutu tetangga sesekali merebak lantaran sesekali radio atau televisi mereka storing, terganggu oleh frekuensi liar Radam Libara.
Gerutu tetangga tertunda karena anak mereka jadi bagian dari siaran radam Libara. Lagu hits waktu itu Honey… Honey… di- nyanyikan kelompok ABBA.25
Sebenarnya, aku senang lagu Soldier of Fortune dinyanyikan kelompok rock terkemuka Deep Purple, sejak dirilis akhir tahun 1974. Terkadang jika on-air lagu Soldier of Fortune kuudarakan tiga-empat kali dalam sehari … for someone.
I have often told you stories
About the wayI lived the life of a drifted Waiting for the day
When Id take your hand
And sing you songs……………………
Hampir setengah tahun, radam Libara mengudara.
Hingga pada suatu waktu sebagaimana dikisahkan Bolang Saguni, Radam Libara mulai diintai Corps Polisi Militer (CPM)/Garnizun dan ORARI, mereka ingin menggerebek Radam Libara. Pasalnya, ada laporan pengurus Masjid Raya menyebutkan bahwa siaran Radam Libara acap kali mengganggu modulasi amplifier Masjid Raya.
“Siarannya bocor”, tukas salah seorang pengelola Masjid Raya bernada kesal. Entah bagaimana caranya, Bolang bergegas mendahului tim sergap seusai shalat berjamaah di Masjid Raya berusaha menemuiku secepatnya.
Bolang menemukan diriku, lalu dengan nada sedikit tergesa-gesa menjelaskan bahwa tim sergap sudah menuju ke lorong dari Masjid Raya untuk menyita radam Libara.
“Sebaiknya, waspada kalian, segera matikan siaranmu,” desak Bolang. Kami yang berada di studio waktu itu, segera menyingkirkan semua perangkat siaran, lalu meninggalkan kamarku yang sekaligus sebagai ruang studio mini.
Alhamdulillah … selamat.
***
Letak strategis sekretariat kelompok remaja Libara di sisi barat Kampus Unhas Baraya, menyebabkan memiliki potensi be-sar melahirkan kader-kader terbaik.
Alasannya, bila kami menyelenggarakan pelatihan kepemimpinan remaja, maka narasumber bertaburan.
Pembicaranya kalangan kampus, cendekiawan muda ternama, dan tokoh mahasiswa.
Instrukturnya, fungsionaris terlatih berkelas nasional.
Pesertanya, mahasiswa terpilih dan siswa-siswi di lingkungan Baraya sendiri. Kader-kader pelatihan kepemimpinan Libara kemudian hari menjadi penkolan kalangan muda Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat (Sulselbar) dan provinsi lainnya, ada yang jadi bupati dan wakil bupati, anggota DPRD provinsi dan DPRD kabupaten, pimpinan perguruan tinggi, birokrat pemerintahan, serta pengusaha kaya.
Telorannya antara lain A. Yaqkin dan A. Fashar Padjalangi.
Aku memegang pimpinan Kelompok Remaja Libara sekitar 10 tahun lamanya (1979-1989), dilanjutkan oleh Hamka Halid (1990-1994).
__________________
SUMBER : Demonstran Dari Lorong Kambing, Kakilangit Kencana, Jakarta, 2015, Bagian Kedua : Remaja Dari Lorong Kambing, hal. 52-59