Jenazah anggota KPPS 13 Perum Hegarmanah, Cianjur, Jawa Barat, Entis Tisna Sasmita (62) saat akan dibawa ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Entis meninggal diduga kelelahan usai menjalankan tugas di TPS. (KOMPAS.com/FIRMAN TAUFIQURRAHMAN)
Sebuah kisah pilu bangsa Indonesia berawal dari suatu ‘pesta demokrasi’ yang hingga kemarin menurut Republika telah menelan 474 korban jiwa, diantaranya 409 petugas pemilu KPPS, bahkan jumlah ini dikabarkan sejam yang lalu dalam suatu diskusi SAPA Indonesia (KompasTv) juru bicara PAN menyebutkan 500 korban jiwa. Bersamaan dengan itu, dikabarkan sekitar 3.658 petugas KPPS sakit. Selama beberapa ini pula perdebatan pro-kontra di berbagai group WA, tak henti-hentinya berusaha mencari kambing hitam (the enemy out of there) atas petaka ini.
PESTA DEMOKRASI ?
Menurut John Pamberton, “pesta” merujuk pada jamuan upacara pernikahan dengan ritual yang sudah bisa ditebak.
Demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka.
Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi—baik secara langsung atau melalui perwakilan—dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum.
Dewasa ini, istilah “Pesta Demokrasi” lekat dengan segala jenis pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia, mulai dari pemilihan presiden, kepala daerah, hingga anggota legislatif. Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggunakan istilah “Pesta Demokrasi” dalam materi promosi Pemilu Serentak 2019.
Politisi dari beragam kelompok juga kerap mempertukarkan dua istilah tersebut. Joko Widodo memakai “pesta demokrasi” guna merujuk Pemilu Serentak 2019. “Rakyat menyambut pesta demokrasi itu dengan kegembiraan, dengan antusiasme yang tinggi, serta kedewasaan politik yang semakin matang,” ujar Jokowi dalam pidato kenegaraannya, Kamis (16/8/2018). Pelbagai media, termasuk Tirto, kerap menggunakan “Pesta Demokrasi” sebagai kata ganti Pemilu. Para media juga menggunakan istilah tersebut dalam materi promosi liputan Pemilu, seperti yang dilakukan Metro TV atau Net TV. Bahkan, BBC Indonesia menggunakan istilah itu dalam nama program khusus berita Pemilu. Di Indonesia, bicara pesta demokrasi berarti bicara Pemilu sehingga demokrasi, baik di tingkat individu warga negara maupun lembaga negara, seolah hanya dilaksanakan melalui Pemilu. Lantas, bagaimana bisa Pemilu di Indonesia bisa dipertukarkan dengan istilah “pesta demokrasi”?, tulis Husein Abdulsalam.
WABAH
Menurut Wikipedia bebas; wabah/wa•bah/ n penyakit menular yang berjangkit dengan cepat, menyerang sejumlah besar orang di daerah yang luas (seperti wabah cacar, disentri, kolera); epidemi;
Dalam epidemiologi, epidemi (dari bahasa Yunani epi– pada + demos rakyat) adalah penyakit yang timbul sebagai kasus baru pada suatu populasi tertentu manusia, dalam suatu periode waktu tertentu, dengan laju yang melampaui laju “ekspektasi” (dugaan), yang didasarkan pada pengalaman mutakhir.
mewabah/me•wa•bah/ v menjadi wabah; merata di mana-mana; menjangkit:
KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah salah satu status yang diterapkan di Indonesia untuk meng-klasifikasikan peristiwa merebaknya suatu wabah penyakit.
Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 949/MENKES/ SK/VII/2004. Kejadian Luar Biasa dijelaskan sebagai timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.
Kriteria tentang KLB mengacu pada Keputusan Dirjen No. 451/91, tentang Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa. Menurut aturan itu, suatu kejadian dinyatakan luar biasa jika ada unsur:
• Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal
• Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu)
• Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali lipat atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun).
• Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipat atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.
MUSIBAH NASIONAL
Sejak ditetapkannya Undang-Undang Pemilu Serentak 2019, seharusnya telah ada antisipasi partisipasi Pemilu terutama bagi penyelenggara terdepan yang menguras tenaga (fisik dan fisikis), menentukan kriteria petugas KPPS terutama kondisi kesehatan dan mental mereka. Wakil Presiden Jusuf Kalla, pada Senin, 25 Juni 2018 lalu mengatakan penyelengaraan pemilu serentak 2019 ini merupakan pemilihan umum yang paling rumit di dunia. Dalam satu kesempatan pemilih harus mencoblos lima kertas suara untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, DPRD tingkat 1 dan tingkat 2, Dewan Perwakilan Daerah, serta presiden dan wakil presiden.
Fadli Zon memperkirakan banyak petugas KPPS meninggal juga salah satu hal yang sangat aneh. Kenapa kok banyak petugas yang meninggal di dalam proses ini? Apa betul karena kelelahan? Atau ada faktor-faktor lain? Atau ada tekanan? Atau ada yang lain? Ya karena ini berseliweran juga informasi di masyarakat,” ujar Fadli di kantor KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Jumat (3/5/3019).
Fadli menganggap perlu diadakan penyelidikan terkait peristiwa ratusan petugas KPPS meninggal dunia dan sakit. Menurutnya, penyebab banyak petugas KPPS yang meninggal dan sakit bukan sekadar kelelahan.
“Saya kira harus ada penyelidikan terhadap ratusan orang yang meninggalnya hampir 400 kalau tidak salah, dan juga jumlah orang yang sakit. Saya kira ini bukan hanya sekadar faktor kelelahan ya,” kata Fadli.
“Banyak orang yang pekerjaannya lebih lelah. Yang dulu bahkan ada kerja paksa segala macam, itu ada orang nggak sebanyak ini,” sambungnya.
Seorang mahasiswi Kesehatan Masyarakat sempat menyindir profesornya dalam diskusi kelas tentang politik dan kesehatan, “pada ke mana ‘akademisi pemburu scopus’, mahaguru psikososiomedis, psikososiopolitik ???. Ahli analisis beban kerja, kesehatan kerja, dll. Jumlah pakar kampus ini, bisa puluhan ribu ???. “Mungkin otak mereka juga ” …. lelah, terkuras politik kampus?“, tanggap mahasiswa lainnya.
Ironisnya, sejumlah ‘parpol besar’ yang semula berhadapan, kini mulai merapat berharap koalisi. Ketika ditanya, koq cepat banget berkoalisi baru, mereka menjawab enteng…”khan Pemilu sudah selesai, sisa menunggu perhitungan akhir KPU”. Akankah kita juga berkata; “jika ada korban KPPS yang berjatuhan sesudah perhitungan suara, akankah juga kita katakan …… itu di luar tanggung jawab KPU ???@nawacita.
Kalau dihitung dari jumlah korban meninggal dari petugas KPPS Pemilu Serentak 2019, bisa memenuhi 2 indikator utama dari 5 indikator Bencana Nasional yaitu jumlah orang yang meninggal, dan menyebar di mana-mana.
Pesta Demokrasi akan usai, ……………..siapa yang akan ‘cuci piring’ ???
Mohon maaf saya tidak siap cuci piring, ……. terlanjur lelah@faktor-U