Judul buku : Sketsa Jaminan Kesehatan Nasional
Penulis : Prof.Dr.Amran Razak, M.Sc & Dr.Chazali H.Situmorang, APT, M.Sc, CIRB.
Penerbit : Deepublish, Jogyakarta
Tahun : Desember 2019
***
Buku ini menyajikan berbagai-persoalan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan, tak hanya sekadar persoalan di hilir. Tetapi juga terkait dengan kebijakan di hulu, yang mengalir ke hilir—putus-putus, berbelok-belok dan bercabang-cabang. Salah satunya, diterbitkannya Permenkes 51 Tahun 2018 tentang selisih biaya yang tidak konsisten dengan regulasi diatasnya. Defisit terstruktur (2014-2019) diulas dalam judul Lakekomae BPJS Kesehatan, Simalakama BPJS Kesehatan, Residu JKN, dan Bleeding atau Mismacth 1000 hari BPJS Kesehatan. Menyebabkan cacat bawaan–tekor melulu (red.) karena iuran/premi tidak sesuai hitungan aktuaria. Mengemuka pula judul Sang Patriot Baru BPJS Kesehatan, Menkes dan Dirut BPJS Kesehatan yang “kebangetan”, Akreditasi Faskes dan Pelayanan JKN. Adapula potret JKN di pulau-pulau terluar dan UHC berkelanjutan di Kabupaten Kepulauan Selayar dan Takalar. Mereka yg berjarak-geografis— terabaikan dengan akses layanan kesehatan. Mereka akhirnya orang-orang pesisir ini mensubsidi orang kota yang sakit karena mereka tak terpakai kartu BPJSnya. Beberapa solusi ditawarkan bertajuk Selisih Biaya Rawat Inap dan Solusi Defisit Dana JKN, Solusi Polemik Urun Biaya JKN, Tanggung Jawab Renteng: Jalan Keluar Atasi Defisit JKN, Perintah UU SJSN : JKN Untuk Rawat Inap Gunakan Kelas Standar, Bukan Kelas I, II, III. Buku ini juga mengingatkan bahwa meski hampir semua kabupaten/kota di Indonesia berlomba meraih UHC Award dimana penduduknya sudah tercakup dalam kepesertaan JKN sebagai semangat nasional tetapi cakupan ini baru merupakan satu dimensi dari 3 dimensi UHC (WHO). Dua cakupan lainnya yaitu layanan (akses layanan, berkualitas, dan setara) dan proteksi finansial (mencegah pasien/keluarganya jatuh bangkrut). Akhirnya, muncul 3 pilihan mengatasi defisit BPJS Kesehatan berupa restrukturisasi BPJS Kesehatan, memburu penunggak dan menebus defisit BPJS Kesehatan dengan menaikkan iuran 100% (sesuai hitungan aktuaria). Pemerintah memilih menaikkan iuran 100% tanpa studi ability to pay masyarakat, tak jelas pula data hasil identifikasi dan verifikasi kepesertaan JKN. Pemerintah mengharap profit dari hasil kenaikan iuran tersebut dan memberi subsidi kelas III BPJS Mandiri. Semoga bukan fatamorgana karena beban lain sudah menunggu mengerus dana kenaikan iuran tersebut semisal klaim RS Muhammadyah, RS pemerintah dan swasta, bertambahnya peserta baru PBI. Haruslah diakui telah banyak penduduk Indonesia menikmati manfaat kepesertaan JKN/KIS, sekitar 216 juta pesertanya. Sebagai kumpulan sketsa…tentu akan ada edisi selanjutnya mengikuti dinamika pelaksanaan JKN/BPJS Kesehatan dimana ketiga dimensi tersebut menjadi paket UHC berkelanjutan (2034-2044). Semoga tercapai. Aamiin 🙏