SANG PEMBELA MULAWARMAN

Tak terasa empat tahun sudah kepergian Pembela Mulawarman 

Saya benar-benar lemas tak berdaya, ketika membaca postingan Didin  di WAG  Purna Racana Unhas [10 Desember 2020:00:20], kiriman Hidzal Jamil di facebooknya : “Innalilahi Wainnailahi Rojiun. Telah berpulang ke rahmatullah  Opu Andi Yayath Pangerang. Saya mengenal beliau sebagai sosok pengayom dan teman berpikir yang barangkali sulit saya dapat di Luwu Timur. Luwu Timur mengenang jasa dan kebaikan-kebaikan yang telah diwariskan selama ini”.

Salam Perpisahan.

H.J.

“Benarkan berita ini, baru beberapa menit lalu”, lanjut Didin tak percaya.

Saya langsung forward berita duka tersebut ke Bang Sem (Syamsuddin Ch. HAESY) dan Sawedi Muhammad.

Dua hari saya gelampangan, gelisah, sedih berkepanjangan. Bagi orang yang tahu persahabatan kami, tentu ingin membaca ungkapan dukacita saya sepeninggal sohibku Andi Moch. Yayath Pangerang. Apalagi, medsos sepanjang dua-hari sangat ramai menayangkan ucapan duka atas berpulangnya almarhum. “Aku kehilangan kata-kata memberi makna kepergian seorang sohib-kental yang lebih banyak faham pikiran dan kedirianku, persahabatan yang tak punah.”

Puluhan tahun bersama A.Yayath Pangerang, rasanya tiada hari tanpa gagasan, waktu semata tersedot berpikir, berencana dan bertindak tertuang apik dalam proposal budaya dan kemanusiaan. Sebutlah saja, Perkampungan mahasiswa urakan di area tengah gedung FIS kampus baru Tamalanrea. Bersama tokoh dan penggiat seni mahasiswa seperti Wahidin Abdul Gani (Ombenk), Tommy Ajaraji, Abd. Hamid Paddu, Hermansyah Edy. Perkampungan Mahasiswa Urakan layaknya Perkampungan Urakan yang dilakukan W.S. Rendra di Pantai Parangtritis  Jogya. Tentu saja, mengkhawatirkan petinggi Fakultas dan Universitas, lantaran agenda berlangsung selama 3 hari. Tak ayal, Dekan FIISBUD saat itu, ibu Dr. Kustiah Kristanto ikut bermalam di kampus. Pembantu Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Drs.Med. Nur Nasry Noor, MPH, jebolan Angkatan 66 itu tak pernah mau meninggalkan arena. Kepiawaan A.Yayath ditunjukkan dengan keberhasilan menggaet Anto Siboen, seorang mahasiswa kelas sore – anak Panglima Komando Operasional Angkatan Udara (Pangkoopsau) Wilayah Indonesia Timur, Siboen Dipoatmaja. Perkampungan Mahasiswa Urakan akhir mendapat tenda komando yang lebar dan besar, dikawal pula ajudan panglima dan beberapa pasukan Kopasgat. Aman kita !

Gagasan brilian lainnya dari almarhum A. Yayath Pangerang seperti mendirikan Dewan Kesenian Sulawesi Selatan (DKSS) menggeliatkan kesenian dan kebudayaan di Sulawesi Selatan, seakan ‘pesaing’ Dewan Kesenian Makassar (DKM) yang termakan tua. Tak cuma itu, bersama timnya berhasil merumuskan Hari jadi Sulawesi Selatan. Salah satu, gagasan yang amat digelutinya adalah upaya memberdayakan potensi Teluk Bone.

Sepulang dari Boston Massachusetts Amerika Serikat (1994), diam-diam saya berusaha mencari jalan agar A.Yayath Pangerang dapat menikmati penyegaran melalui serangkaian short courses di Amerika Serikat. Tak banyak yang tahu usaha ini, akhirnya terkendala karena status belum menyelesaikan studinya. Yang pasti, begitu banyak peluang untuknya.

Setahu saya, di semester-semester akhir perkuliahannya ia mendapat tugas meneliti di Kalimantan Timur oleh dosennya A.R. Hafied. Sejak itu, ia menghilang dari kampus. Meski tak cuma saya yang mengusik dan berdalih bahwa gelar hanyalah simbol-simbol tetapi terkadang cukup mengganggu, seperti sering dilontarkan Ishak Ngeljaratan. Acap kali, saya ditanyai orang; “Pak Yayath itu dosen mana ?”  seusai dengar ulasan almarhum.

Saya tahu, ia tak banyak menulis artikel jika tidak perlu dan tidak penting. Dengan susah-payah, saya menemukan dua artikel menarik dari almarhum Andi Yayath Pangerang. Saya mungkin pernah membacanya sepintas. Artikel pertama bertajuk Drama Korupsi di Panggung Politik dimuat indonesia.tempo.com yang ditulisnya sejak  26 Oktober 2014 tapi termuat di tempo.co.id  bertanggal 27 April 2019. Mencengangkan, artikel ini telah dibaca 3.510 kali. Adalah benar, jika fenomena ganyang korupsi telah mengisi hampir seluruh panggung yang tersedia dalam kehidupan ini, hari demi hari. Namun, saya belum merasa perlu untuk bertepuk tangan, bersorak-sorai atau melakukan standing ovation.

Satu lagi, tulisannya tentang “Demagog, Provokator dan Motivator” ditulis 2 Juli 2016 (Polkam.go.id). Ada kesalahpahaman orang dalam memaknai kata-kata ini. Pasti sudah tidak asing lagi di telinga kita kalau mendengar kata “provokator” dan “motivator”. Provokator dan motivator itu sendiri hampir sama pengertian dan aplikasinya. Sedangkan kata “demagog” sendiri jarang terdengar, bahkan jarang dijadikan bahan pembicaraan secara populer. Seorang demagog akan meyakinkan kepada pendengarnya bahwa ia berpikir dan merasakan seperti mereka. Ia tidak akan menegaskan pendapat pribadinya, tetapi pernyataannya mengalir bersama dengan pendapat pendengarnya.” Maka, demagogi mengandalkan kelenturan wacana. Kelenturan ini dibangun melalui khazanah politik yang ambigu, supaya kata yang sama bisa ditafsirkan sesuai dengan harapan pendengarnya.

Keakraban kami yang terbina selama 40 tahun itu, menggampangkan almarhum menempatkan saya dalam kekerabatan keluarga besarnya, terutama Sang Paman Andi Hatta Marakarma yang juga bupati pertama Kabupaten Luwu Timur nan kaya nikel. Saya merasakan keterlibatan strategis dalam kebijakan pemerintahan daerah Luwu Timur khusus kesehatan masyarakat (kesmas) seperti menjadi Ketua Tim Kajian Prospektif Pembiayaan Kesehatan dari PT Inco,Tbk. Terkait Kebijakan Keringanan Berobat Bagi Masyarakat selama tahun 2007. Disaat yang sama, bersama Rusnadi Pajung dan Yansor (LP2M-Unhas) sedang meneliti Ketahanan Pangan Kabupaten Luwu Timur. Setahun kemudian, saya ditunjuk sebagai konsultan utama Service Level Agreement on Medical Assistence for Local Community, PT. Inco, Tbk. tahun 2008. Saya akhirnya menaklukan wilayah puskemas, melintasi Danau Towuti menikmati tepian Danau Matano, didampingi Sawedi Muhammad dan Edi Permadi bos community development  PT Inco. Terkadang A. Yayath melibatkan saya jika ada demo pemuda dan masyarakat di kawasan PT Inco, berdialog dan mencapai kesepakatan.

Pertemuan fisik terakhir dengan almarhum A. Yayath Pangerang, ketika temu-kangen Alumni Pramuka Unhas di kediaman dinda Yanuar Fachruddin hampir setahun yang lalu. Saya sebenarnya sudah menghindar hadir di acara tersebut tapi Yayath terus desak tuan rumah agar bisa hadir malam itu. Akhirnya, saya tinggalkan keluarga di Trans Studi Makassar (TSM) meluncur ke acara temu kangen tersebut. A.Yayath tahu betul bagaimana menjinakkan saya bila lagi ‘ngambek’ tentang hal apa saja. Larutlah kami dalam nostalgia panjang bagaimana Gudep pramuka Perguruan Tinggi (PT) Unhas bisa eksis dan menjadi model di Indonesia, bersama kak M.Roem, Kasman Abdullah, Ridwan Thaha, Abd. Haris Abbas, Andi Ilham Makhmud, Safri Badaruddin, Mujitahid, Agus Budi S, Muh. Norma Tamzil, Tamar, Hasnadyah, Mila Hamid Aly, Ismail Pabo, Amrullah Tahir dan beberapa alumni senior pramuka Unhas berbasis kelas sore, sebagian datang dari Kendari.

Pertemuan terakhir, melalui webinar-virtual zoom yang dikemas Lembaga Pengembangan Kesenian dan Kebudayaan Sulawesi Selatan (LAPAKKSS) pada Jumat malam, 24 Juli 2020 digagas Dr.Ajiep Padindang. Ia tampak tangguh, kenyal berpikir dan tetap berseloroh tentang ‘the magic of lorong kambing’ dimana terjadi hubungan sosiologis dan ritme ekonomi yang konkrit.  Setelah itu, A.Yayath masuk lagi rumah sakit dalam kondisi parah.

Barusan kali ini, saya tak mampu membezoeknya, umur rentan dan phobi aroma rumah sakit membuat saya memantaunya dari jauh. Akibatnya,  saya tak sempat menegurnya, menyentuhnya. Itulah yang membuat saya perih menyaksikan ambulance orange dari Luwu Timur menjemputnya kembali ke tanah Batara Guru untuk selamanya.

Terus terang, dua tahun belakangan – saya mulai suka menyapa Opu pada diri A.Yayath Pangerang. Hampir 40 tahun rasanya tak pernah terucapkan panggilan itu dariku. Sapaan itu, meski belum terlatih bagiku merupakan penghargaan dan rasa hormat yang dalam di masa kami semakin menua. Atau mungkin ini suatu pertanda.

Almarhum merupakan  seorang dari sedikit sohibku yang dipercaya isteri saya bila ke luar bersama almarhum — aman dan dijalan yang benar.

Jika ada hal yang harus dihindari dari sosok almarhum A. Yayath Pangerang, selain ‘pinjam-pakai’ sepeda motor adalah jangan mengharap banyak jika ia berjanji akan datang bercengkerama. Meski terkadang, tiba-tiba saja dia muncul — tanpa kesepakatan seakan ingin membayar janjinya. Kita lantas melupakan ‘kealpaannya’ yang lalu.

Rasanya tak mau berhenti menulis, meskipun tak tahu apa lagi yang akan ditulis. Bak enggan melepas almarhum menjauh dari kerumunan hati.

Pembela ‘si kancil’ — petta Mulawarman dari kelas sore (extention) itu, telah tiada.

Selamat jalan sohibku  Opu Andi Moch. Yayath Pangerang, doaku bersamamu….semoga Allah memberimu kedamaian abadi. Alfatiha untukmu.

 

 

______________________

Sumber : ARS LONGA VITA BREVIS, Obituari Andi Moch. Yayath Pangerang, hal. 110-116, Garis Khatulistiwa, Januari 2021.