Forum Rektor Indonesia (FRI) merupakan tempat berkumpulnya para intelektual peduli dan Rektor di berbagai universitas/institut di Indonesia. FRI resmi berdiri pada tanggal 7 November 1998 di Bandung, yang merupakan hari di mana diadakan pertemuan Rektor se- Indonesia yang bertempat di Sasana Budaya Ganesha ITB. Pada pertemuan itu dihasilkan lima kesepakatan sebagai berikut :
Pertama : Para Rektor akan selalu bersama dengan mahasiswa dalam gerakan reformasi murni sebagai kekuatan moral dan intelektual, dan karena itu para rektor akan membela para mahasiswa yang tertindas dan terlanggar hak asasinya.
Kedua : Para Rektor meminta ABRI memberikan perlindungan kepada para mahasiswa yang menjalankan perannya sebagai kekuatan moral dan intelektual dalam menggerakkan reformasi yang murni dan berkesinambungan.
Ketiga : Pemilihan Umum hendaknya dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil; dan civitas akademika bersedia menjadi pemantau yang independen dalam usaha membangkitkan kepercayaan masyarakat nasional dan internasional.
Keempat : Perlunya independensi yudikatif terhadap eksekutif agar semua keputusan-keputusan, peraturan-peraturan, perundang-undangan dan Keputusan Presiden yang bertentangan dengan semangat reformasi dihapus secara tuntas, terutama produk-produk hukum yang berkaitan/menjurus dengan terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Kelima : Perlunya reformasi budaya yang diawali oleh reformasi pendidikan secara komprehensif dan berkesinambungan, untuk melancarkan reformasi yang menyeluruh.
Thoby Mutis – Rektor Universitas Trisaksi, salah seorang penggagas Forum Rektor Indonesia (FRI) menjelaskan lebih jauh peranan FRI, antara lain :
- FRI turut serta memelihara budaya ilmiah, kekritisan akademik, moral dan intelectual commitment bagi pengembangan manusia.
- FRI berikhtiar untuk memelihara kepekaan terhadap HAM, Demokratisasi dan Perekat Kebangsaan dalam kemajemukan untuk menghasilkan aneka sinergi/ synergism.
- FRI menjalankan peran sebagai salah satu “partner dialog” dengan dan terhadap aneka Lembaga dalam masyarakat untuk memelihara tradisi kekritisan dan social accountability dalam mengisi reformasi agar tidak berubah menjadi eforia restorasi.
- FRI merupakan jaringan kerjasama untuk memacu dialog dan pertukaran pikiran untuk meningkatkan mutu dan Quality Audit dalam lingkup “value” creation yang relevan dengan panggilan dan tantangan zaman, terutama mengisi Civil Society masa kini dan mendatang.
- FRI berupaya untuk memacu jaringan kerja (networking) dan strategic alliance agar tejadi utilisasi secara efisien sumber daya dan aneka sumber-sumber lainnya secara berkelanjutan. Misalnya pemanfaatan tenaga dosen, tenaga research bagi pengembangan S2 dan S3 secara intra, inter dan trans Universitas sesuai dengan core Competentcy yang ada. Termasuk Cooperative Reseacrh Activities and Publications. Berkaitan dengan itu FRI mulai m enerbitkan Buletin FRI dan Jurnal/Majalah Transformasi dengan kekhasan tertentu.
- Dalam perspektif semangat dialog FRI turut serta memacu kegiatan yang berkaitan dengan Conflict Resolution, Druge Abuse Prevention Campaign (Drug Free Campus), Otonomi yang berkualitas dalam nuansa keanekaragaman dan subsidiaritas; Pendidikan dan Penelitian HAM; Good Gorvernment; Quality audit/ scanning.
***
Ketua – Ketua awal FRI :
- Prof. Drs. Ir. Lilik Hendrajaya, M.Sc., Ph.D (1998) (Rektor ITB Bandung 1997-2001)
- Prof. Dr. K Sukardika, SP., MK (1999) (Rektor Universitas Udayana 1997 – 2001)
- Prof. Dr. Thoby Mutis (2000) (Rektor Universitas Trisakti 1998-2002)
- Prof. Dr. Ir. Radi A. Gany (2001-2002) (Rektor UNHAS 1997-2006)
Sejumlah “koki” yang mengolah draft agenda tetap Forum Rektor Indonesia (FRI) sejak awal berdirinya FRI (1998-2001) merupakan PR III :
- Isnu Wardianto : Institut Teknologi Bandung (ITB) – Bandung,
- Komang Sukarsana : Universitas Trisakti – Jakarta,
- Amran Razak : Universitas Hasanuddin (Unhas) – Makassar
- Budi Prayitno : Universitas Diponegoro (Undip) – Semarang
- Putra Sastrawan : Universitas Udayana – Bali,
- Firman Hasan : Universitas Andalas (Unand) – Padang,
- Joni Parung : Universitas Surabaya (Ubaya) – Surabaya,
- Johan Setianto : Universitas Bengkulu (Unib) – Bengkulu.
Pemantau Pemilu
Peranan FRI sangat bermakna dalam mengawal Demokrasi Indonesia terutama pada Pemilu 1999, melalui Yayasan Pengembangan Sumber Daya Manusia (YPSDM) FRI melakukan pematauan Pemilu beranggotakan lebih dari 500 perguruan tinggi.
Ketika pertemuan khusus pembentukan Yayasan Pengembangan Sumber Daya Manusia (YPSDM), aku didaulat Anwar Arifin agar menerima ‘amanah’ penggagas YPSDM. Masalahnya hal ini, belum sempat dilaporkan ke Rektor Unhas, sementara pengesahannya sudah ada Natoris dari Jakarta.
Akhirnya, kuucapkan “bismillah” saja. Jika nanti Rektor bertanya kenapa berani mengambil resiko bergabung YPSDM ?. Aku sudah punya alasan; selain soal solidaritas FRI, Unhas harus tetap bagian terdepan dari barisan FRI dalam menjaga, menumbuhkan tatanan Demokrasi di Indonesia.
FRI Korwil Sulawesi Selatan sendiri melibatkan sekitar 14 perguruan tinggi Makassar ditambah beberapa perguruan tinggi lokal di daerah kabupaten dengan melibatkan 14.000 mahasiswa untuk melakukan pemantauan hari H pelaksanaan Pemilu. FRI secara nasional melibatkan sekitar 200.000 mahasiswa Indonesia sebagai pemantau pemilu agar jujur dan adil.
Sejarah kemahasiswaan di Indonesia akan mencatat ratusan ribu mahasiswa ‘penjaga demokrasi’, mengawal Pemilu 1999. Suasana di kampus Unhas Tamalanrea sendiri, selama pemantauan Pemilu 1999 betapa maraknya, puluhan ribu mahasiswa dari berbagai kampus di Sulawesi Selatan beraktivitas yang sama. Teratur, bersemangat dan bertanggungjawab. Romantika kemahasiswaan ini, sepertinya tak terwariskan.
Salah satu metode pemantauan Forum Rektor Indonesia (FRI) bernama Paralel Vote Tabulation (PVT) yang kini lebih dikenal sebagai quick count, ketika itu FRI dinilai oleh The National Democratic Institute for International Affairs (NDI) sebuah organisasi nirlaba yang bekerja untuk memperkuat dan memperluas demokrasi di seluruh dunia, bahwa FRI telah melakukan pemantauan terbesar di dunia karena luas dan sulitnya akses pemantauan. FRI Korwil Sulawesi Selatan menurunkan ratusan dosen-pegawai-mahasiswa yang dilatih khusus menggunakan metode PTV.
Semua fax di kantor pusat Unhas dan fakultas- fakultas termasuk perpustakaan dan pasca sarjana dihidupkan seharian penuh selama pencoblosan dan perhitungan suara berlangsung. Penanggungjawab PVT diserahkan pada Departemen Matematika Fakultas MIPA dibawah koordinasi PD III MIPA Alimin Bado, bersama Nirwan Ilyas dan A. Ilham Mahmud.
Melalui hasil PVT FRI menilai lebih awal pelaksanaan Pemilu 1999 relatif jujur hanya dalam tempo ‘seharian’ perhitungan suara. Seperti halnya, ketika Rektor Unhas Prof. Radi A. Gany selaku Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI) wilayah Sulawesi Selatan menunggu senja berlalu di hari perhitungan suara Pemilu 1999 untuk mengumumkan hasil pemantauan FRI melalui metode PVT. Dalam konperensi persnya, Radi mengumumkan bahwa pelaksanaan Pemilu 1999 di Sulawesi Selatan “relatif jujur”. Spontan mendapat polemik gencar dari sejumlah LSM bahwa kesimpulan itu terlalu dini. Tak banyak yang tahu, jika sejumlah rektor di Indonesia selaku Ketua FRI di wilayahnya mengumumkan hal yang sama, hasil Pemilu 1999 relatif jujur. Selain akurasi hasil pemantauan Pemilu dilakukan ratusan ribu mahasiswa Indonesia dan penggunaan quick count – PVT (YPSDM FRI – LP3ES), kesaksian dimaksudkan ‘menjaga’ hasil Pemilu agar tak ‘amburadul’ – hasilnya tak di-‘obok- obok’ bisa mencederai proses demokrasi. Saat itu, selain NDI bertebaran pula tim pemantau Pemilu 1999 bertaraf internasional seperti Uni Eropa dan beberapa pemantau dari benua Asia.
__________________________________________
Sumber :
98-99 : Catatatan Kemahasiswaan Pembantu Rektor, Bagian 4 : Mengantar Demokrasi Indonesia, hal 137-148 , Pustaka Pranala, Jogyakarta, 2018., penulis Amran Razak
Note:
Sejarah Forum Rektor Indonesia, http://fri.or.id/profil/ketua-forum-indonesia /diunduh tgl 12 september 2013
Thoby Mutis, Seputar Forum Rektor Indonesia, Lampiran 1 : Laporan Penyelenggaraan Forum Rektor Indonesia (FRI) IV, Semarang, 7 April 2000, hal. 22